Sabtu, 17 Maret 2012

Tugas Mata Kuliah Politik Hukum - TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERANAN FILSAFAT PANCASILA DALAM PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL

BAB I

PERMASALAHAN

Indonesia merupakan negara yang berbudaya dan beradab begitu pula dengan masyarakatnya, setiap nilai dan norma yang ada dimasyarakat suatu daerah memang berbeda dengan masyarakat daerah lainnya namun setiap masyarakatnya begitu menaati dan menghormati setiap nilai dan norma di daerahnya. Begitu majemuknya masyarakat Indonesia dengan berbagai agama, kepercayaan, suku dan adat istiadat justru menjadikan masyarakat Indonesia semakin bersatu.

Dalam bidang pemerintahan tentunya segala tugas dan kewenangan aparat diharapkan selalu berasas kan Pancasila, sehingga dalam menciptakan sebuah produk hukum selalu bernafaskan Pancasila sebagai dasar negara kita.

Dengan begitu banyaknya kewenangan yang dimiliki aparat dari tingkat pusat hingga tingkat daerah maka dikhawatirkan aparat yang berwenang menciptakan produk hukum ini akan terpengaruh faktor-faktor di luar hukum yang bertentangan dengan jiwa Pancasila.

BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

Proklamasi kemerdekaan Indonesia melahirkan Pembukaan UUD 1945, sebagai anak kandungnya yang didalamnya terkandung cita-cita luhur, pencetusan dari jiwa/semangat pancasila sebagai titik kulminasi dari tekad bangsa untuk merdeka.[1] Undang-Undang Dasar 1945 memang tidak secara langsung menyampaikan bahwa kita harus menaati amanah nilai dari sila-sila Pancasila, namun secara menyeluruh tujuan dan makna Pancasila sesungguhnya terkandung didalam setiap pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945. Maka seluruh Undang-Undang yang ada sampai saat ini harus dan selalu berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Refleksi nilai-nilai Pancasila dapat kita lihat dalam sosial budaya kita sehari-hari karena the founding father merumuskan pancasila dari hasil perenungan jiwa yang mendalam.

Pancasila adalah suatu sintetis atau perpaduan, suatu sintesis antara dasar-dasar kenegaraan yang telah terbukti kebenarannya sepanjang sejarah dengan apa yang baik dan berguna dari tradisi hidup kebangsaan Indonesia untuk menyusun suatu tertib negara modern. Pancasila juga menyatukan dasar-dasar kenegaraan yang lama dan yang baru. Juga dapat dikatakan, bahwa Pancasila mengandung cita-cita mengenai masyarakat dan negara yang lama dalam bentuk baru. Dengan kata lain juga, Pancasila adalah suatu pusaka lama yang tumbuh dari jiwa dan kebudayaan bangsa Indonesia, tetapi telah berkembang dibawah ilham ide-ide besar dunia menjadi dasar filsafat negara modern.[2]

Begitu besarnya makna dan nilai dari setiap sila yang terkandung dalam Pancasila yang berasal dari rasa saling mengormati antar semasa manusia dan nilai hak asasi manusia yang begitu dijunjung tinggi, ini lah alasan mengapa pancasila menjadi dasar atau jiwa dari setiap produk hukum yang dibuat oleh para aparat.

Dalam hirarki hukum pun Pancasila berada di posisi teratas yang artinya segala jenis produk hukum hendaknya selalu berdasarkan dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila.

Dalam sistem demokrasi seperti pada saat ini maka setiap warga Indonesia mempunyai hak untuk mendirikan dan menjalankan segala bentuk organisasi kemasyarakatan bahkan berhak untuk mendirikan partai politik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas di atur kebebasan setiap warga negara Indonesia untuk berorganisasi, hal ini lah yang kemudian memicu dan memotivasi banyak orang untuk mendirikan partai politik dimana mereka akan berlomba mendapatkan kesempatan untuk maju pada pemilihan umum.

Seperti yang kita ketahui bersama dengan sistem demokrasi sekarang begitu pesatnya pertumbuhan berbagai partai politik dimana setiap partai politik memiliki kepentingan yang berbeda. Hal ini lah yang kemudian menjadi masalah ketika para anggota partai politik ini berhasil memenangi pemilihan umum seperti pemilihan Kepala Daerah sampai pemilihan Legislatif. Dengan tujuan dan kepentingan masing-masing maka sangat memnungkin untuk mereka dapat membuat suatu produk hukum yang menguntungkan mereka selama menjabat masa jabatan atau menguntungkan kelompok/organisasi mereka sendiri. Begitu variatif nya latar belakang setiap anggota legislatif dan para eksekutif menimbulkan berbagai dugaan ketika banyaknya produk hukum atau kebijakan-kebijakan yang menyimpang dari semangat dan nilai-nilai Pancasila.

Ketika para aparat memiliki kewenangan untuk menciptakan suatu produk hukum maka hendaklah sumber hukum materil dalam proses penciptaan produk hukum itu Pancasila agar secara pasti melindungi setiap hak, memberikan keadilan kepada seluruh masyarakat, dan menyetarakan kedudukan setiap orang dalam proses hukum.

Namun seperti yang kita ketahui bersama beberapa tahun ini banyak produk hukum yang diciptakan oleh para aparat yang tidak sesuai dengan pancasila, salah satu contohnya adalah Undang-Undang Penanaman Modal Asing yang membuka kesempatan kepada pihak asing untuk memanfaatkan sumber daya kekayaan bangsa kita untuk mereka ambil keuntungannya, padahal menurutnya Pasal 33 (Ayat 3) jelas menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam hukum ada dikenal istilah Law As a Tool Of Social Engineering, yang artinya bahwa hukum adalah untuk merubah masyarakat, tentunya dalam setiap produk hukum yang diciptakan oleh aparat yang berwenang para aparat ini berkeinginan agar masyarakat dapat mematuhi produk hukum yang mereka buat. Kemudian yang menjadi masalah adalah apakah produk hukum yang telah dibuat ini benar-benar menjunjung tinggi keadilan, hak asasi manusia (dalam hal ini adalah masyarakat Indonesia), dan rasa kemanfaatan.

Setiap produk hukum hendaknya menjiwai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu :

1. KETUHANAN YANG MAHA ESA

Dalam setiap produk hukum baik berupa Undang-Undang, Peraturan Presiden, sampai Peraturan Daerah sekalipun hendaknya selalu menjunjung nilai dari sila KETUHANAN YANG MAHA ESA, artinya setiap produk hukum selalu menghormati dan melindungi setiap Warga Negara Indonesia untuk bebas memeluk dan menjalankan kepercayaannya masing-masing seingga tidak ada diskriminasi terhadap salah satu agama atau kepercayaan.

2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

Sesuai dengan nilai dari sila kedua ini maka setiap produk hukum yang dibuat oleh aparat yang berwenang harus dilandasi rasa kemanusiaan yang tidak membedakan setiap Warga Negara Indonesia sehingga menimbulkan keadilan, serta menjaga sifat keberadaban untuk setiap Warga Negara Indonesia dengan implementasi yang nyata.

Dalam kaitannya dengan hakikat negara harus sesuai dengan hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Maka bentuk dan sifat Negara Indonesia bukanlah negara individualis yang hanya menekankan sifat makhluk individu, namun juga bukan Negara klass yang hanya menekankan sifat mahluk sosial , yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam masyarakat secara keseluruhan . maka sifat dan hakikat Negara Indonesia adalah monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun makhluk sosial secara serasi, harmonis dan seimbang.

3. PERSATUAN INDONESIA

Suatu produk hukum harus bersifat menyatukan, artinya dengan segala perbedaan adat, suku, ras, dan budaya setiap daerah maka produk hukum ini harus mampu menyatukan seluruh masyarakat Indonesia, bukan menciptakan produk hukum yang justru bisa memecah belah persatuan bangsa dengan sifat diskriminatif yang hanya mementingkan keinginan suatu golongan.

4. KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN

Nilai yang terkandung dari sila ini adalah bahwa ketika suatu produk hukum dibuat maka produk hukum itu maka produk hukum itu harus menjunjung tinggi nilai kemasyarakatan yang dimana apabila terjadi suatu pelanggaran hukum hendaknya terlebih dahulu diselesaikan secara musyawarah.

5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

Dalam sebuah produk hukum tentu memilik tujuan untuk diterapkan kepada masyarakat, maka dalam segala tujuan hukum tersebut harus selalu menjaga rasa keadilan di masyarakat, artinya dalam proses penegakan hukum tidak boleh pandang bulu, setiap orang yang melakukan pelanggaran hukum harus menjalani proses hukum seperti yang telah tertulis dalam hukum normatifnya. Bukan karena seorang pejabat yang tersangkut permasalahan hukum lalu kemudian dilakukan pemeriksaannya di dalam sebuah hotel mewah, hal ini sangat menimbulkan kesenjangan sosial yang tentunya tidak sesuai dengan nilai yang terkandung dalam sila kelima Pancasila ini.

Semua peraturan yang dibuat dan dilaksanakan haruslah bersumber pada Pancasila, karena setiap peraturan itu hanya akan diterima oleh rakyat kalau peraturan itu sesuai dengan jiwa rakyat yaitu Pancasila.[3]

Pancasila jika diselidiki secara mendalam akan dapat diketahui bahwa pada hakekatnya Pancasila adalah suatu kesatuan bulat asas-asas budi pekerti atau moral yang dapat disebut moral Pancasila. Dengan demikian penetapan Pancasila sebagai dasar filsafat negara berarti juga moral Pancasila yakni moral bangsa Indonesia menjadi moral Negara Republik Indonesia, yaitu moral yang mengikat negara. Selanjutnya hal ini berarti juga bahwa moral pancasila telah menjadi sumber tertib negara dan sumber tertib hukumnya, serta jiwa seluruh kegiatan negara dalam segala bidang kehidupannya.[4]

Dalam hal pembentukan hukum tidak tertulis, hubungan antara cita hukum dan sistem norma hukum tidak terjadi desintegrasi karena sistem norma hukum terbentuk dari endapan-endapannilai yang tersaingi oleh perilaku masyarakat sendiri, melalui penerimaan individu-individu dalam keluarga, keluarga-keluarga dalam suku, dan suku-suku dalam marga, serta marga-marga dalam negara.[5]

Lain halnya dengan pembentukan hukum tertulis. Hukum dan sistem norma hukum dibentuk oleh perorangan atau kelompok perorangan, baik sebagai pejabat-p[ejabat maupun sebagai wakil-wakil rakyat. Hubungan antara cita hukum dan sistem norma hukum bergantung kepada kesadaran dan penghayatan para pejabat dan para wakil rakyat tersebut terhadap cita hukum yang ada dalam masyarakat, yang memang mempunyai fungsi konstitutif dan regulatif dalam pembentukan hukum tersebut. Dan karena pembentukan hukum tertulis tidak berlangsung melalui tahapan-tahapan endapan nilai, maka kemungkinan terjadinya disintegrasi antara cita hukum dan sistem norma hukum besar sekali.[6]

BAB III

KESIMPULAN

  1. Pancasila merupakan tujuan bangsa Indonesia yang bersumber dari peradaban rakyat Indonesia secara turun-temurun.
  2. Meskipun didalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak disebutkan bahwa Pancasila merupakan sumber hukumnya, namun di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 jelas bahwa Pancasila merupakan sumber hukum, tujuan negara, yang harus di laksanakan dengan bijaksana oleh seluruh masyarakat.
  3. Bahwa masih terdapat beberapa produk hukum yang tidak melaksanakan nilai-nilai Pancasila.
  4. Bahwa dalam membuat produk hukum para aparat yang berwenang hendaknya selalu berdasarkan pada Pancasila agar produk hukum yang dibuat tersebut tidak merugikan masyarakat.


[1] Drs. Burhanuddin Salam. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta : Bina Aksara, hal 20.

[2] Noor Ms Bakry. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta : liberty, hal 41.

[3] Dahlan Thaib, SH. 1991. PANCASILA YURIDIS KETATANEGARAAN. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Pecetakan AMP YKPN, hal. 77.

[4] Noor Ms Bakry. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta : liberty, hal 41.

[5] Oetojo Oesman dan Alfian. Pacasila Sebagai ideologi. Jakarta : Perum Percetakam Negara RI, hal 80.

[6] Ibid.

Tidak ada komentar: