KADERISASI ANGGOTA PARTAI POLITIK YANG
PROFESIONAL
Apakah
anda pernah melihat ditanyangan berita ketika seorang anggota DPR tertidur
ketika rapat ? atau apakah anda pernah melihat ketika ruang sidang DPR hanya
dipenuhi kursi-kursi kosong padahal masih pada jam dan hari kerja ? sebagian
besar dari kita mungkin akan menjawab “YA”.
Kata
“berkualitas” sangat jauh dari harapan apabila dikaitkan dengan kinerja para
anggota DPR baik di tingkat nasional maupun daerah, hal ini tentu sangat
berkaitan dengan pribadi setiap anggota DPR. Sudah barang tentu bahwa setiap
partai politik memiliki cara yang berbeda dalam melakukan proses kaderisasi
bagi calon anggota partainya masing-masing. Tidak sedikit partai politik
melakukan kaderisasi secara tertutup, hal ini menimbulkan spekulasi yang
berkembang di masyarakat bahwa hanya orang-orang yang berduit dan orang-orang
yang mempunyai massa saja yang dapat menjadi anggota partai politik.
Kinerja anggota DPR sangat erat kaitannya dengan
proses kaderisasi para calon anggota partai politik sendiri apakah hal itu
dilakukan dengan profesional dan dilakukan terbuka secara umum atau hanya untuk
segelintir orang saja. Sudah menjadi rahasia umum ketika anak seorang kepala
daerah yang belum pernah terdengar prestasinya kemudian tiba-tiba menjadi calon anggota legislatif
dan akhirnya terpilih, hierarki politik seperti inilah yang ditakutkan nantinya
dapat mengurangi profesionalisme kerja.
Kaitannya
sangat dekat dengan conspiracy theory yang berkembang di dunia politik, para
kader partai politik yang telah diterima tentu harus memberikan timbal balik
bagi partai politik yang bersangkutan baik secara pendanaan maupun peran di
legislatif nantinya. Hal ini lah yang kemudian menjadikan tidak berkualitasnya
para kader partai politik yang akhirnya menjadi anggota legislatif. Bila saja
kualitas yang diutamakan maka harus sejak awal objektifitas itu dijaga misalnya
dengan melakukan serangkaian tes bagi calon kader-kader partai masing-masing
dan melakukan publikasi atas hasil tes tersebut. Seperti pada penerimaan
pegawai negeri sipil atau mahasiswa yang harus melalui Psikotes, Tes Potensial
Akademik, dll. Namun hal ini sangat jarang di lakukan oleh partai-partai
politik.
Akhirnya
yang terjadi apabila orang-orang yang mempunyai kepribadian yang buruk namun
dia memiliki banyak dana dan massa dia akan tetap terpilih menjadi anggota
partai politik maka kinerjanya sebagai anggota legislatif patut kita
pertanyakan. Sudah banyak anggota DPR yang tersandung kasus korupsi, jual beli
proyek, kasus penyalahgunaan narkotika, atau beredarnya foto-foto syur mereka.
Hal ini sangat berbanding terbalik dengan prestasi positif yang harusnya mereka berikan untuk masyarakat.
Didalam
dunia politik ada 2 tujuan utama orang-orang terjun ke dunia politik, yang
pertama yaitu struggle for life, dan
yang kedua yaitu struggle for power.
Maka ketika seseorang sudah mempunyai kekuasaan atau sebuah jabatan maka dia
hanya akan melakukan pekerjaannya untuk bertahan hidup atau bertahan untuk
sebuah kekuasaan.
Menjelang
pemilihan umum 2014 partai politik gencar mencari kader untuk partai politik
mereka, banyak partai politik yang kemudian memakai cara instan untuk melakukan
kaderisasi misalnya dengan menggaet para artis untuk menjadi anggota partai
yang nantinya diajukan sebagai calon legislatif. Memilih artis sebagai kader
politik bukan tanpa alasan, artis tentu memiliki popularitas yang tinggi, lebih
dikenal masyarakat dan pencitraan yang selalu terjaga. Tentu tidak ada salahnya
ketika memilih artis untuk dijadikan anggota partai, namun harus diiringi juga
dengan kualitas dan pendidikan yang baik.
Masyarakat
tentu berharap para calon anggota legilatif yang nantinya akan mereka pilih
benar-benar berkualitas, berbeda dengan saat ini masyarakat sepertinya dipaksa
memilih dalam pilihan yang sebenarnya hanya diisi oleh orang-orang yang
kualitasnya masih dipertanyakan.
Dengan
semakin cerdasnya masyakarat kita dalam menilai dan atau memilih sosok anggota
partai politik secara kepribadian dan bukan melihat dari partai mana dia
berasal, inilah kemudian yang menjadi pekerjaan rumah untuk semua partai
politik di Indonesia, apakah mereka hanya mengutamakan kekuatan secara
finansial dan jumlah massa pendukung, atau kah benar-benar mencari kader yang
berkualitas tinggi yang dapat membanggakan partainya sendiri dan memberikan
pelayanan sepenuhnya untuk masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar