Minggu, 26 Mei 2013

Politik : Kaderisasi Anggota Partai Politik


KADERISASI ANGGOTA PARTAI POLITIK YANG PROFESIONAL

Apakah anda pernah melihat ditanyangan berita ketika seorang anggota DPR tertidur ketika rapat ? atau apakah anda pernah melihat ketika ruang sidang DPR hanya dipenuhi kursi-kursi kosong padahal masih pada jam dan hari kerja ? sebagian besar dari kita mungkin akan menjawab “YA”.
Kata “berkualitas” sangat jauh dari harapan apabila dikaitkan dengan kinerja para anggota DPR baik di tingkat nasional maupun daerah, hal ini tentu sangat berkaitan dengan pribadi setiap anggota DPR. Sudah barang tentu bahwa setiap partai politik memiliki cara yang berbeda dalam melakukan proses kaderisasi bagi calon anggota partainya masing-masing. Tidak sedikit partai politik melakukan kaderisasi secara tertutup, hal ini menimbulkan spekulasi yang berkembang di masyarakat bahwa hanya orang-orang yang berduit dan orang-orang yang mempunyai massa saja yang dapat menjadi anggota partai politik.
Kinerja  anggota DPR sangat erat kaitannya dengan proses kaderisasi para calon anggota partai politik sendiri apakah hal itu dilakukan dengan profesional dan dilakukan terbuka secara umum atau hanya untuk segelintir orang saja. Sudah menjadi rahasia umum ketika anak seorang kepala daerah yang belum pernah terdengar prestasinya kemudian  tiba-tiba menjadi calon anggota legislatif dan akhirnya terpilih, hierarki politik seperti inilah yang ditakutkan nantinya dapat mengurangi profesionalisme kerja.
Kaitannya sangat dekat dengan conspiracy theory yang berkembang di dunia politik, para kader partai politik yang telah diterima tentu harus memberikan timbal balik bagi partai politik yang bersangkutan baik secara pendanaan maupun peran di legislatif nantinya. Hal ini lah yang kemudian menjadikan tidak berkualitasnya para kader partai politik yang akhirnya menjadi anggota legislatif. Bila saja kualitas yang diutamakan maka harus sejak awal objektifitas itu dijaga misalnya dengan melakukan serangkaian tes bagi calon kader-kader partai masing-masing dan melakukan publikasi atas hasil tes tersebut. Seperti pada penerimaan pegawai negeri sipil atau mahasiswa yang harus melalui Psikotes, Tes Potensial Akademik, dll. Namun hal ini sangat jarang di lakukan oleh partai-partai politik.
Akhirnya yang terjadi apabila orang-orang yang mempunyai kepribadian yang buruk namun dia memiliki banyak dana dan massa dia akan tetap terpilih menjadi anggota partai politik maka kinerjanya sebagai anggota legislatif patut kita pertanyakan. Sudah banyak anggota DPR yang tersandung kasus korupsi, jual beli proyek, kasus penyalahgunaan narkotika, atau beredarnya foto-foto syur mereka. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan prestasi positif  yang harusnya mereka berikan untuk masyarakat.
Didalam dunia politik ada 2 tujuan utama orang-orang terjun ke dunia politik, yang pertama yaitu struggle for life, dan yang kedua yaitu struggle for power. Maka ketika seseorang sudah mempunyai kekuasaan atau sebuah jabatan maka dia hanya akan melakukan pekerjaannya untuk bertahan hidup atau bertahan untuk sebuah kekuasaan.
Menjelang pemilihan umum 2014 partai politik gencar mencari kader untuk partai politik mereka, banyak partai politik yang kemudian memakai cara instan untuk melakukan kaderisasi misalnya dengan menggaet para artis untuk menjadi anggota partai yang nantinya diajukan sebagai calon legislatif. Memilih artis sebagai kader politik bukan tanpa alasan, artis tentu memiliki popularitas yang tinggi, lebih dikenal masyarakat dan pencitraan yang selalu terjaga. Tentu tidak ada salahnya ketika memilih artis untuk dijadikan anggota partai, namun harus diiringi juga dengan kualitas dan pendidikan yang baik.
Masyarakat tentu berharap para calon anggota legilatif yang nantinya akan mereka pilih benar-benar berkualitas, berbeda dengan saat ini masyarakat sepertinya dipaksa memilih dalam pilihan yang sebenarnya hanya diisi oleh orang-orang yang kualitasnya masih dipertanyakan.
Dengan semakin cerdasnya masyakarat kita dalam menilai dan atau memilih sosok anggota partai politik secara kepribadian dan bukan melihat dari partai mana dia berasal, inilah kemudian yang menjadi pekerjaan rumah untuk semua partai politik di Indonesia, apakah mereka hanya mengutamakan kekuatan secara finansial dan jumlah massa pendukung, atau kah benar-benar mencari kader yang berkualitas tinggi yang dapat membanggakan partainya sendiri dan memberikan pelayanan sepenuhnya untuk masyarakat.

Tidak ada komentar: