Dalam kasus
yang berjalan selama hampir setahun ini, ada 3 hal yang dihadapi oleh PT. PGN
mulai dari pelanggaran prinsip keterbukaan hingga insider trading. Beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut :
1. Pelanggaran
prinsip disclosure terhadap keterlambatan penyampaian laporan kepada Bapepam
dan masyarakat tentang peristiwa material.
Dalam Pasal 86 ayat (2) UU
No. 5 tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa perusahaan publik
menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat tentang
peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga efek selambat-lambatnya pada
akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut. Pada
kenyataannya PT. Gas Negara terlambat melaporkan fakta atas penundaan proyek
pipanisasi yang dilakukan oleh PT PGN. Dalam hal ini keterlambatan pelaporan
keterbukaan informasi sebanyak 35 hari. Mengenai informasi penurunan volume gas
dan informasi tertundanya gas in Dikategorikan sebagai fakta material dalam Peraturan
Nomor X.K.1. Sehingga telah jelas, bahwa PT. Gas Negara melanggar pasal 86 ayat
(2) UU No. 5/1995 jo. Peraturan Nomor X.K.1. dengan pelanggaran ini PT. PGN
dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp. 35 juta.
2.
Pelanggaran
prinsip disclosure terhadap pemberian keterangan yang secara material tidak benar.
Ada beberapa hal yang
seringkali dilarang dalam hal keterbukaan informasi, di antaranya sebagai
berikut :
a.
Memberikan informasi
yang salah sama sekali
b.
Memberikan informasi
yang setengah benar.
c.
Memberikan informasi
yang tidak lengkap.
d.
Sama sekali diam terhadap
fakta/informasi material.
Keempat hal ini dilarang
karena oleh hukum dianggap dapat menimbulkan ”missleading” bagi investor dalam
memberikan judgement nya untuk membeli atau tidak suatu efek .
Ketentuan ini juga diadopsi dalam pasal 93 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal, yang menyebutkan bahwa tiap pihak dilarang, dengan cara apa pun, memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek .
Ketentuan ini juga diadopsi dalam pasal 93 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal, yang menyebutkan bahwa tiap pihak dilarang, dengan cara apa pun, memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek .
Dalam kasus ini PT. PGN
yakni memberikan keterangan material tidak benar tentang rencana volume gas
yang dapat dialirkan melalui proyek SSWJ (South Sumatera-West Java) . Fakta itu
sudah diketahui atau sewajarnya diketahui oleh direksi, yang kemudian
seharusnya keterangan itu disampaikan kepada publik, namun tidak disampaikan.
Sehingga jelas terjadi bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 93 UU No.
8/1995 dan diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling
banyak Rp. 15 milyar . Oleh karena itu, sudah sepatutnya dan sewajarnya
Bapepam-LK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp. 5 miliar
kepada Direksi PT PGN yang menjabat pada periode bulan Juli 2006 s.d. Maret
2007 yaitu Sutikno, Adil Abas, Djoko Pramono, WMP Simanjuntak dan Nursubagjo
Prijono.
3.
Keterlibatan
fiduciary position dalam kasus insider trading transaksi efek PGAS
Dalam pasal 95 UU No. 8/1995
tentang Pasar Modal menerangkan bahwa orang dalam dari perusahaan publik yang
mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi atas Efek Emiten
atau Perusahaan Publik dimaksud.
Penjelasan pasal 95 memberi arti kepada orang dalam sebagai pihak-pihak yang tergolong dalam:
Penjelasan pasal 95 memberi arti kepada orang dalam sebagai pihak-pihak yang tergolong dalam:
1.
Komisaris, Direktur,
atau pengawas perusahaan terbuka
2.
Pemegang saham utama
perusahan terbuka
3.
Orang yang karena
kedudukannya, profesinya atau karena hubungan usahanya dengan perusahaan
terbuka memungkinkan memperoleh informasi orang dalam. Dengan kedudukan disini
dimaksudkan sebagai lembaga, institusi atau badan pemerintahan. Sementara yang
merupakan “hubungan usaha” adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan
usahanya, seperti, nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, kreditur, dan lain-lain
4.
Pihak yang tidak lagi
menjadi pihak sebagaimana tersebut dalam point 1,2,3 tersebut sebelum lewat
jangka waktu 6 bulan
Bahwa pada periode 12
September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, 9 orang dalam PGAS melakukan
transaksi saham PGAS, baik direksi maupun mantan direksi. Sehingga unsur-unsur
di atas terpenuhi. Sanksi tersebut ditetapkan antara lain dengan
mempertimbangkan pola transaksi dan akses yang bersangkutan terhadap informasi
orang dalam.
Kesimpulan
Dari paparan tulisan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Dari paparan tulisan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. PT. Gas Negara
melanggar pasal 86 ayat (2) UU No. 5/1995 jo. Peraturan Nomor X.K.1. karena
terlambat melaporkan fakta atas penundaan proyek pipanisasi yang dilakukan oleh
PT PGN. Dalam hal ini keterlambatan pelaporan keterbukaan informasi sebanyak 35
hari. Mengenai informasi penurunan volume gas dan informasi tertundanya gas in
dikategorikan sebagai fakta material dalam Peraturan Nomor X.K.1.
2. Mengenai pemberian
keterangan yang secara material tidak benar tentang rencana volume gas yang
dapat dialirkan melalui proyek SSWJ (South Sumatera-West Java) jelas bahwa PT
PGN melakukan pelanggaran terhadap pasal 93 UU No. 8/1995 . Oleh karena itu,
sudah sepatutnya dan sewajarnya Bapepam-LK menjatuhkan sanksi administratif
berupa denda sebesar Rp. 5 miliar kepada Direksi PT PGN yang menjabat pada periode
bulan Juli 2006 s.d. Maret 2007.
3. Terkait dengan
keterlibatan orang dalam PT. PGN dalam kasus ini maka telah jelas bahwa orang
dalam PT. PGN ini melanggar pasal 95 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal yang
menerangkan bahwa orang dalam dari perusahaan publik yang mempunyai informasi
orang dalam dilarang melakukan transaksi atas Efek Emiten atau Perusahaan
Publik dimaksud hal ini diperjelas dalam penjelasan pasal 95.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar