BAB I
PENDAHULUAN
Pemerintah
dalam kekuasaannya berwenang untuk membuat suatu produk hukum sebagai salah
satu alat untuk menjalankan pemerintahannya. Dalam menciptakan suatu produk
hukum telah terbagi dua jenis yaitu yang pertama berupa peraturan (regeling) dan yang kedua berupa
keputusan (beschikking). Suatu
peraturan (regeling) bersifat
mengatur ketentuan-ketentuan umum dalam menjalankan suatu kebijakan atau
pemerintahan. Sedangkan suatu keputusan (beschikking)
lebih bersifat individul, konkret, dan final.
Kewenangan
pemerintah dalam membuat suatu produk hukum adalah merupakan kewenangan
delegasi yang artinya kewenangan tersebut langsung dibeikan oleh Undang-Undang.
Suatu
keputusan yang dibuat oleh pemerintah tentunya harus memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan. Syarat itu sendiri terbagi menjadi 2, yaitu syarat materiil
dan syarat formil.
1. Syarat
Materiil
1) Harus
dibuat oleh aparat yang berwenang
2) Dalam
proses pembuatannya tidak mengalami kekurangan yuridis
3) Memiliki
tujuan yang sama dengan tujuan peraturan yang mendasarinya
2. Syarat
Formil
1) Bentuk
peraturan harus sama dengan bentuk peraturan yang mendasarinya
2) Prosdur
pembuatannya harus sama dengan prosedur yang diminta oleh peraturan yang
mendasarinya
3) Semua
peraturan khusus yang terdapat dalam peraturan dasar harus terwujud
Sebagai
salah satu syaarat maretiil, suatu produk hukum tidak boleh mengalami
kekurangan yuridis karena akan berpengaruh terhadapkekuatan produk hukum itu
ketika lahir.
BAB II
PEMBAHASAN
- KETIDAKABSAHAN
SUTAU PRODUK HUKUM
Suatu
produk hukum dinyatakan sah dan tidak cacat hukum adalah ketika produk hukum
tersebut memenuhi semua syarat materiil dan semua syarat formil, yaitu :
·
Syarat Materiil
1) Harus
dibuat oleh aparat yang berwenang
2) Dalam
proses pembuatannya tidak mengalami kekurangan yuridis
3) Memiliki
tujuan yang sama dengan tujuan peraturan yang mendasarinya
·
Syarat Formil
1) Bentuk
peraturan harus sama dengan bentuk peraturan yang mendasarinya
2) Prosdur
pembuatannya harus sama dengan prosedur yang diminta oleh peraturan yang
mendasarinya
3) Semua
peraturan khusus yang terdapat dalam peraturan dasar harus terwujud
Salah
satu jenis produk hukum adalah keputusan (beschikking),
tentunya terdapat beberapa keputusan yang menaglami cacat yuridis, hal ini
dikarenakan :
·
Keputusan batal demi hukum bila tidak
dipandangan perlu dari segi hukum
·
Keputusan batal apabila ada keputusan
dari hakim dan atau Administrasi yang mengeluarkan keputusan tersebut, dan
pembatalan itu bersifat mutlak.
·
Keputusan yang dapat dibatalkan yakni
dinyatakan batal oleh hakim
Keputusan
yang tidak sah tidak memiliki kekuatan hukum, apabila :
1. Keputusan
tidak sah berlaku surut sampai saat
dikeluarkannnya keputusan itu
2. Keputusan
tidak sah mulai saat pembatalan itu
Menurut
Utrecht kekuatan hukum suatu putusan terbagi dua, yaitu :
1.
Kekuatan hukum formil, yakni apabila
kekuatan produk hukum tidak dibantah oleh alat hukum, misalnya naik banding.
2.
Kekuatan hukum materiil, yakni apabila
kekuatan itu tidak dapat lagi ditiadakan oleh alat negara yang membuatnya.
Dalam
pembentukan suatu produk hukum yang mengandung kekurangan yuridis disebabkan
oleh :
1. DWALING (kekhilafan
atau salah kira)
Kekhilafan terjadi apabila subyek hukum menghendaki
sesuatu dan mengadakan suatu pernyataan yang sesuai dengan kehendak itu, tapi
kehendak tersebut didasarkan atas suatu bayangan yang salah. Bayangan yang
salah ini meliputi :
a. Salah
kira mengenai pokok maksud pembuat, atau mengenai kedudukan, kecakapan seorang
subyek hukum.
b. Salah
kira mengenai seorang suyek hukum atau mengenai hak orang lain atau mengenai
suatu peraturan hukum
c. Salah
kira mengenai hukum atau kekuasaan sendiri
Jadi
dapat ditarik garis besar bahwa dwaling
terjadi ketika kehendak dan kenyataan berbeda tanpa ada unsur kesengajaan.
Dwaling
sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a.
Eigenlijke
Dwaling (kekhilafaan atau salah kira yang sungguh-sungguh)
Prof.
Van Der Pot mengemukakan bahwa apabila administrasi negara dalam menjalankan
suatu peraturan perundang-undangan hendak mengangkat seseorang oleh karena
seseorang itu mempunyai suatu kecakapan/keahlian tertentu, yang mana oleh
administrasi negara dikira orang tersebut memiliki kecakapan atau keahlian yang
dikehendaki, sedangkan orang yang telah diangkat sama sekali tidak mempunyai
kecakapan yang dikehendaki, yang mana kecakapan tersebut seharusnya menurut
peraturan perunang-undangan adalah merupakan syarat suatu pengangkatan terhaap
orang itu adalah batal (nietig) atau
keputusan tersebut tidak sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan tidak
menjadi syarat pengangkatan, maka keputussan tersebut tidak batal.
b.
Non
Eigenlijke Dwaling (kekhilafan atau salah kira yang tidak
sungguh-sungguh)
Dikatakan
Non Eigenlijke Dwaling ketika produk
hukum itu absah, tetapiyang tidak absah hanya sebagian kekhilafan saja.
2.
DWANG
(Paksaan)
Paksaan dapat menjadi sebab untuk dibatalkannya
suatu keputusan dan paksaan keras dapat menjadi sebab untuk dapat dibatalkannya
suatu keputusan yaitu batal karena hukum.akibat perbuatan yang diadakan karena
paksaan (biasa) adalah dapat dibatalkan (sebagian), oleh karena pada pihak yang
dipaksa ada suatu kehendak. Walaupun pmbentukan suatu kehendak itu ada suatu
ancaman.
Namun pada kenyataannya dwang berbeda, karena ada paksaan dan patut diduga sipembuat
peraturan tidak mungkin berbuat lain kecuali mengikuti kehendak si pemaksa (overmaaght).
3. BEDROG (Tipuan)
Tipuan terjadi bilamana yang mengadakan perbuatan
menggunakan beberapa muslihat (kunstgrepen)
sehinggga pada pihak lain ditimbulkan suatu bayangan palsu (valse voorstelling) tentang suatu hal.
Agar ada tipuan maka perlu beberapa muslihat, ada gabungan muslihat-muslihat (complex van kunstgrepen), jadi apabila
hanya ada satu kebohongan atau muslihat maka tidak dapat dikatakan sebagai
tipuan.
Hubungannya dengan suatu keputusan adalah keputusan
hanya batal (dapat dibatalkan) apabila sifat tipuan begitu rupa sehingga dapat
dikatakan bahwa dengan tidak menggunakan muslihat-muslihat itu sudah tentu
suatu keputusan tidak pernah dibuat. Dalam hal ini ada kekurangan (essentieel). Seperti halnya salah kira,
maka kekurangan yang disebabkan tipuaan itu dapat mempengaruhi berlakunya
keputusan hanya dalam hal tipuan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang
atau dengan kejadian-kejadian yang benar-benar ada (feiten).[1]
Keputusan yang mengandung kekurangan yuridis,
paksaan, tipuan, dan kekeliruan yang menjadi sebab suatu keputusan itu tidak
dapat diterima sebagai keputuan yang sah.
Utrecht berpendapat bahwa : “ bahwa keputusan yang
tidak sah dapat membawa akibat bagi hukum tidak pernah ada, jadi kepada hukum
yang bersangkutan dibawa kembali kepada hukum sebelum keputusan itu dibuat,
dalam istilah hukum dikenal dengan ex
tunct, yaitu tidak sah untuk waktu sebelum pembatalan. Jadi pada hukum yang
bersangkutan tidak dibawa kembali kedalam sebelum keputusan itu dibuat, dalam
istilah hukum dikenal dengan sebutan ex
munc, yaitu tidak sah untuk kemudian saja dan terhadap pembatalannya tidak
berlaku surut”.
Berbeda dengan pendapat Utrecht, Van Der Wel
mengemukakan teorinya bahwa : “ suatu keputusan yang menetapkan suatu keputusan
yang sungguh-sungguh tidak mungkin dilaksanakan dapat dianggap batal sama
sekali. Mengenai keputuan-keputusan lain, kita harus melihat apakah
kekurangan-kekurangan yang bersangkutan adalah kekurangan essentieel atau kekurangan yang bukan essentieel, kekurangan yang bukan essentieel tidak dapat mempengaruhi berlakunya keputusan. Mengenai
kekurangan essentieel harus dilihat
beratnya kekurangan. Apabila kekurangan itu terlalu berat sehingga keputusan
yang bersangkutan sebetulnya tidak berupa keputusan, maka keputusan yang
bersangkutan itu dapat dianggap batal sama sekali. Apabila kekurangan tidak
begitu berat maka keputusan yang bersangkutan dapat dianggap batal terhadap
subyek hukum yang tidak mempunyai alat untuk menggugat berlakunya keputusan
itu.
Selanjutnya Van Der Wel menyampaikan 6 akibat apabila
suatu keputusan mengandung kekurangan :
ü Batal
karena hukum.
ü Kekurangan
itu menjadi sebab atau menimbulkan kewajiban untuk membatalkan keputusan yang
bersangkutan untuk sebagian atau untuk seluruhnya.
ü Kekurangan
yang menyebabkan alat Administrasi Negara yang lebih tinggi dan berkompeten
untuk menyetujui atau mengukuhkannnya tidak sanggup memberikan persetujuan.
ü Kekurangan
itu tidak dapat mengurangi berlakunya keputusan.
ü Oleh
karena kekurangan itu maka keputusan yang bersangkutan dikonversi kedalam suatu
keputusan lain.
ü Hakim
sipil menganggap keputusan yang bersangkutan tidak mengikat.[2]
B.
PENGECUALIAN
Produk
hukum tetap dianggap berlaku apabila :
1. Tidak
absahnya kabur.
2. Akibat
yang ditimbulkan produk hukum tersebut bermanfaat bagi umum.
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Suatu produk hukum harus memenuhi unsur
syarat Materiil ( berkaitan dengan isi produk hukum ) dan syarat Formil (
dikaitkan dengan bentuk suatu produk hukum ).
2.
Disebut kekurangan yuridis apabila telah
mengandung unsur :
a. Dwang
b. Dwaling
c. Bedrog
3.
Terdapat 2 bentuk akibat suatu produk
hukum mengalami kekurangan yuridis :
a. EXTUNC
( batal dengan berlaku surut )
b. EXMUNC
( batal dengan tidak berlaku surut )
4. Produk
hukum tetap dianggap berlaku apabila :
a. Tidak
absahnya kabur.
b. Akibat
yang ditimbulkan produk hukum tersebut bermanfaat bagi umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar