BAB I
PERMASALAHAN
Aparat
yang berwenang dalam hal ini Lembaga Legislatif, Eksekutif, bahkan Yudikatif
sekalipun mempunyai hak dalam mengeluarkan suatu produk hukum. Namun dalam hal
kewenangan aparat hukum ini untuk membuat suatu produk hukum, masyarakat tidak
mempunyai wewenang atau hak untuk turut serta dalam pembuatan produk hukum
tersebut.
Dari
hal diatas dapat dikatakan bahwa produk hukum tersebut bersumber pada Perbuatan
Hukum yang Bersifat Sepihak. Hal ini merupakan suatu nilai yg kurang bagus dalam
proses terciptanya suatu produk hukum.
Secara
garis besar mungkin dapat dikatakan dalam menciptakan produk hukum, masyarakat
diwakilkan oleh para anggota Legislatif, dan tentunya kita jangan lupa bahwa
para anggota Legistalif yang menjadi wakil kita mereka juga menjalankan politik
hukum yang artinya politik dimana semua kepentingan dan kebutuhan suatu
kelompok selalu menjadi pertimbangan dan itu lah yang mempengaruhi baik
buruknya suatu produk hukum.
Dalam
hal ini pemerintah berwenang mengeluarkan suatu produk hukum yang berupa
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat sepihak, artinya disini adalah
pemerintah secara mutlak berwenang untuk mengeluarkan keputusan itu tanpa
adanya campur tangan dari pihak kedua.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
Dalam kaitannya dengan
perbuatan hukum bersegi satu, negara dalam hal ini pemerintah menjalankan
fungsinya sebagai fungsi yuridis, negara harus menjamin adanya rasa keadilan
dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini negara berkewajiban untuk mengatur
tata bernegaa dan tata bermasyarakat, agar supaya konflik-konflik yang terjadi
dalam masyarakat dapat diselesaikan menurut kriteria yang telah hidup dan
diakui kebenarannya oleh masyarakat itu sendiri, yakni kriteria hukum.[1]
PERBUATAN PEMERINTAH
Perbuatan hukum pemerintah dapat dibagi menjadi
2, yaitu :
A.
Perbuatan hukum menurut
Hukum Privat
Administrasi negara sering juga mengadakan
hubungan-hubungan hukum dengan subyek hukum-subyek hukum lain berdasarkan hukum
privat seperti sewa menyewa, jual beli dan sebagainya. Berkaitan dengan ini ada
dua pendapat yang menanggapi tentang diperbolehkannya administrasi negara
mengadakan hubungan hukum berdasarkan hukum privat. Pendapat yang pertama bahwa
administrasi negara dalam menjalankan tugas pemerintahan tidak dapat
menggunakan hukum privat dengan alasan sifat hukum privat itu mengatur hubungan
hukum yang mengatur hubungan kehendak dua belah pihak dan bersifat perorangan.
Sedangkan hukum administrasi negara merupakan bagian dari hukum publik yang
merupakan hukum untuk bolehnya tindakan atas kehendak satu pihak.
Pendapat yang kedua yaitu administrasi negara dalam
menjalankan tugasnya dalam beberapa hal dapat juga menggunakan hukum privat,
tetapi untuk menyelesaikan suatu soal yang khusus dalam lapangan administrasi
negara telah tersedia peraturan-peraturan hukum publik.
B.
Perbuatan hukum menurut
Hukum Publik
Beberapa sarjana seperti S. Sybenga hanya mengakui
adanya perbuatan hukum publik yang bersegi satu, artinya hukum publik itu lebih
merupakan kehendak satu pihak saja yaitu pemerintah. Menurut mereka tidak ada
perbuatan hukum publik yang bersegi dua, tidak ada perjanjian, misalnya yang
diatur oleh hukum publik. Jika ada perjanjian dengan pihak swasta maka
perjanjian itu menggunakan hukum privat, karena itu merupakan perbuatan hukum
bersegi dua karena dilakukan oleh kehendak kedua belah pihak dengan sukarela.
Itulah tidak ada perjanjian hukum publik, karena hubungan hukum yang diatur
hukum publik hanya berasal dari satu pihak saja yakni pemerintah dengan cara
menentukannya dengan kehendaknya sendiri.
TINDAKAN PEMERINTAH BERSEGI SATU
MENURUT HUKUM PUBLIK
Perbuatan
Hukum Publik bersegi satu ini dikenal dengan nama keputusan (beschikking).
Beberapa sarjana seperti S. Sybenga hanya mengakui adanya perbuatan Hukum
Publik yang bersegi satu, artinya Hukum Publik itu lebih merupakan kehendak
satu pihak saja yaitu pemerintah. Menurut mereka tidak ada perbuatan Hukum
Publik yang bersegi dua, tidak ada perjanjian, misalnya yang diatur oleh Hukum
Publik. Jika ada perjanjian dengan pihak swasta maka perjanjian itu menggunakan
Hukum Privat, karena itu merupakan perbuatan hukum bersegi dua karena dilakukan
oleh kehendak kedua belah pihak dengan sukarela. Itulah tidak ada perjanjian
Hukum Publik, karena hubungan hukum yang diatur Hukum Publik hanya berasal dari
satu pihak saja yakni pemerintah dengan cara menentukannya dengan kehendaknya
sendiri.
Keputusan
tata usaha negara (beschikking) oleh E. Utrecht disebut sebagai ‘ketetapan’,
sedangkan Prajudi Atmosudirdjo menyebutnya dengan ‘penetapan’. E. Utrecht,
Prins, dan Van der Pot, juga menjelaskan bahwa beschikking merupakan
perbuatan Hukum Publik bersegi satu atau merupakan perbuatan sepihak dari
pemerintah dan bukan merupakan hasil persetujuan dua belah pihak.
Berangkat
dari beberapa pendapat tersebut S.F. Marbun menyimpulkan bahwa beschikking
ialah suatu perbuatan Hukum Publik bersegi satu, yang dilakukan oleh alat
pemerintah (dalam arti sempit) berdasarkan suatu kekuasaan atau wewenang
istimewa dengan maksud terjadinya perubahan hubungan hukum.
Beschikking
menurut UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dari definisi menurut UU Nomor 5 Tahun 1986 tersebut dapat dirumuskan unsur-unsur keputusan sebagai berikut, yaitu:
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dari definisi menurut UU Nomor 5 Tahun 1986 tersebut dapat dirumuskan unsur-unsur keputusan sebagai berikut, yaitu:
- Penetapan
tersebut tertulis dan dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara,
- Berisi
tindakan hukum dalam bidang Tata Usaha Negara,
- Berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku,
- Bersifat
konkrit, individual, dan final,
- Serta
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan Hukum Perdata.
Dengan dasar
pemikiran yang demikian, maka ketetapan berfungsi menetapkan situasi hukum yang
konkrit dan mempunyai akibat hukum bagi yang dikenai ketetapan tersebut.
1. Pengertian
Dalam Perbuatan pemerintah ada dua
hal persoalan yang perlu dipahami yaitu :
a. Apa
yang dimaksud dengan pemerintah dan
b. Apa
yang dimaksud dengan perbuatan pemerintah.
Yang dimaksud dengan pemerintah
adalah : Menurut Wirjono Prodjodikoro, pemerintah dapat dibagi dalam arti luas
dan dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti luas meliputi seluruh fungsi
kegiatan kenegaraan yaitu lembaga-lembaga kenegaraan yang diatur secara
langsung oleh UUD 1945 maupun lembaga-lembaga yang diatur oleh Undang-Undang.
Sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah Presiden/eksekutif. Menurut
Kuntjoro Purbopranoto mengatakan pemerintah dalam arti luas meliputi segala
urusan yang dilakukan oleh Negara dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan
rakyat dan kepentingan Negara, sedangkan arti sempit adalah menjalankan tugas
eksekutif saja.
Perbuatan pemerintah merupakan
tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi
pemerintahan. Berikut beberapa definisi menurut para ahli ;
·
Menurut Romijen,
perbuatan pemerintah yang merupakan “ bestuur handling “ yaitu tiap-tiap dari
alat perlengkapan pemerintah.
·
Menurut Van Vallen
Hoven, perbuatan pemerintah merupakan tindakan secara spontan atas inisiatif
sendiri dalam menghadapi keadaan dan keperluan yang timbul tanpa menunggu
perintah atasan, dan atas tanggung jawab sendiri demi kepentingan umum.
2. Macam-Macam Perbuatan Pemerintah
Perbuatan
pemerintah berdasarkan fakta atau tidak berdasarkan hukum adalah tindakan
penguasa yang tidak mempunyai akibat hukum, misalnya Walikota mengundang
masyarakat untuk menghadiri 17 agustus, Presiden menghimbau masyarakat untuk
hidup sederhana dan lain-lain.
Perbuatan
pemerintah berdasarkan hukum ( Recht Handilugen ) adalah tindakan penguasa yang
mempunyai akibat hukum, ini dapat digolongkan dalam dua golongan, yaitu :
·
Perbuatan pemerintah dalam lapangaan
hukum privat, dimana penguasa mengadakan hubungan hukum berdasarkan hukum
privat. Menurut Prof. Krobbe Kranenburg, Vegtig, Donner dan Hassh, bahwa pejabat
administrasi Negara dalam menjalankan tugasnya dalam hal-hal tertentu dapat
menggunakan hukum privat, umpanya perbuatan sewa-menyewa, jual-beli tanah dan
perjanjian-perjanjian lainnya.
·
Perbuatan pemerintah dalam lapangan
Hukum Publik
Perbuatan
hukum dalam lapangan Hukum Publik ada dua macam, yaitu :
ü Perbuatan
Hukum Publik bersegi dua, yaitu adanya dua kehendak/ kemauan yang terikat,
misalnya dalam perjanjian/kontrak kerja. Mengenai hal ini ada beberapa sarjana
yang menentang adanya perbuatan hukum bersegi dua missal Meijers Cs mengatakan
bahwa tidak ada persesuaian kehendak antara para pihak.
ü Perbuatan
Hukum Publik bersegi satu, yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dari
satu pihak yaitu perbuatan dari pemerintah itu sendiri.
3.
Unsur-unsur
Perbuatan Pemerintahan
Berdasarkan
pengertian diatas tampak beberapa unsur yang terdapat didalamnya sebagai
berikut :
a.
Perbuatan
itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun
sebagai alat pemerintahan dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri
b.
Perbuatan
tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan
c.
Perbuatan
tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang
hukum administrasi.
d.
Perbuatan
tersebut menyangkut pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat.
e.
Perbuatan
itu harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
CARA-CARA
PELAKSANAAN PERBUATAN PEMERINTAH
Menurut E. utrech tindakan pemerintahan itu dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu:
1.
Yang
bertindak ialah administrasi Negara sendiri.
2.
Yang
bertindak ialah subyek hukum ( = badan hukum) lain yang tidak termasuk
administrasi Negara dan yang mempunyai hubungan istimewa atau hubungan bisaa
dengan pemerintah.
3.
Yang
bertindak ialah subyek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan
yang menjalani pekerjaannya berdasarkan suatu konsesi atau berdasarkan izin (vergunning)
yang diberikan oleh pemerintah.
4.
Yang
bertindak ialah subyek hukum lain yang tidak tremasuk administrasi Negara dan
yang deberi subsidi pemerintah.
5.
Yang
bertindak ialah pemerintah bersama-sama dengan subyek hukum lain yang bukan
administrasi negara dan kedua belah pihak itu bergabung dalam bentuk kerjasama
(vorm van samenwerking) yang di atur oleh hukum perivat.
6.
Yang
bertindak ialah yayasan yang didirikan oleh pemerintah atau diawasi pemerintah.
7.
Yang
bertindak ialah subyek hukum lain yang bukan administrasi Negara tetapi diberi
suatu kekuasaan memerintah (delegasi perundang-undangan)
Pada dasarnya semua tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan
oleh pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku, maka tindakan tersebut tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan
peraturan peraturan yang bersangkutan. Dalam hal ini pemerintah memiliki
kedudukan yang khusus (de overhead als bijzonder persoon), sebagai
satu-satunya pihak yang diserahi kewajiban untuk mengatur dan menyelenggarakan
kepentingan umum dimana dalam rangka melaksanakan kewajiban ini kepada
pemerintah diberikan wewenang membuat peraturan perundang-undangan, menggunakan
paksaan pemerintahan, atau menerapkan sanksi-sanksi hukum.
Pemerintah juga mempunyai kedudukan yang tidak dimiliki oleh
seseorang ataupun badan hukum perdata, ini menyebabkan hubungan hukum antara
pemerintah dengan seseorang dan badan hukum perdata bersifat ordinatif. Tetapi
meskipun hubungan hukumnya bersifat ordonatif, pemerintahan tidak dapat
melakukan tindakan hukum secara bebas dan semena-mena terhadap warga Negara.
Perbuatan
administrasi negara yang disebut juga bestuur handeling/overheids handeling
adalah perbuatan yang dilakukan oleh alat pemerintah/penguasa dalam tingkat
tinggi dan rendahan secara spontan dan mandiri (zelfstanding) untuk
pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.
Dalam hal
ini kita harus membedakan antara perbuatan hukum administrasi
negara (recht handelingen) dan perbuatan yang bukan perbuatan hukum (feitelijke
handeligen). Perbedaannya adalah terdapat atau tidaknya akibat hukum dan
perbuatan pemerintah termaksud. De Haan cs (Bestuursrecht in sociale
rechtstaat) menyebutkan sebagai perbuatan materiil atau tindakan
nyata. De Haan (1986:113) menyebutkan perbedaan antara keduanya ialah
bahwa dalam perbuatan hukum ada maksud untuk melakukan akibat hukum, sedangkan
perbuatan materiil tidak punya maksud itu.
Dalam
melakukan aktifitasnya, pemerintah melakukan dua macam tindakan, tindakan biasa
(feitelijkehandelingen) dan tindakan hukum (rechtshandelingen).
Dalam kajian hukum, yang terpenting untuk dikemukakan adalah tindakan dalam
katagori kedua, rechtshandelingen.
Tindakan
hukum pemerintahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan.
Tindakan
pemerintahan memiliki beberapa unsur yaitu sebagai berikut:
·
Perbuatan itu dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam
kedudukannya sebagai Penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan
(bestuurs-organen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri;
·
Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka
menjalankan fungsi pemerintahan;
·
Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk
menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi
·
Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka
pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.
Menurut van
Vollenhoven, tindakan pemerintah adalah pemeliharaan kepentingan negara dan
rakyat secara spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendahan.
Menurut van
Poelje, tindakan pemerintah adalah tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh
penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan, sedangkan menurut Romeijn
adalah tiap-tiap tindakan atau perbuatan dari satu alat administrasi negara
yang mencakup juga perbuatan atau hal-hal yang berada di luar lapangan hukum
tata pemerintahan, peradilan dan lain-lain dengan maksud menimbulkan akibat
hukum dalam bidang hukum administrasi.
Yang relevan
dalam tindakan hukum TUN adalah unsur-unsur sebagai berikut:
a.
Tindakan hukum publik
b.
Bersifat sepihak
c.
Konkret
d.
Individual
Tindakan
hukum yang demikian disebut Beschikking (ketetapan atau keputusan).
MACAM-MACAM
TINDAKAN HUKUM PUBLIK BERSEGI SATU YANG DILAKUKAN PEMERINTAH
ü Ketetapan
atau Keputusan (Beschikking)
Istilah
ketetapan di Belanda dikenal dengan nama “beschikking” merupakan suatu wujud
dari tindakan hukum publik bersegi satu yang dilakukan oleh pemerintah. Menurut
Van Der Pot dan Van Vollenhoven, ketetapan adalah suatu tindakan hukum yang
bersifat sebelah pihak, dalam lapangan pemerintahan dilakukan oleh suatu badan
Pemerintah berdasarkan kekuasaan istimewa.
Menurut UU
No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam Pasal 1 angka 3
menyebutkan :
“ Keputusan
Tata Usaha adalah suatu penetapan tertulis yang dilakukan oleh badan atau
pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara (TUN)
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat
konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata.”
Dengan
definisi yang diberikan UU No. 5 Tahun 1986 ini, maka hanya penetapan tertulis
saja yang dapat digugat di pengadilan TUN dengan memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
Ø Konkret,
artinya objek yang diputuskan tidak abstrak tapi berwujud tertentu atau
dapat ditentukan, misalnya keputusan pemberian izin mendirikan bangunan (IMB)
untuk si A.
Ø Individual,
artinya keputusan TUN tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu, baik nama,
alamat maupun hal yang dituju.
Ø Final,
artinya sudah definitif, tidak lagi memerlukan persetujuan atasan dan karenanya
menimbulkan akibat hukum.
Ø Berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Walau
demikian ketetapan yang ada bukan hanya ketetapan tertulis, tetapi ada juga
ketetapan tidak tertulis atau lisan. Ketetapan lisan hanya dapat dibuat bila:
- Tidak
membawa akibat yang kekal
- Tidak
begitu penting bagi administrasi negara
- Dikehendaki
suatu akibat yang timbul dengan segera
Ketetapan
tertulis lebih sering digunakan dengan alasan kebiasaan, di mana apabila
ketetapan tersebut dibuat secara tertulis maka dapat lebih memberikan kepastian
hukum. Ketetapan tertulis harus berisikan:
- Badan
atau pejabat yang mengeluarkan
- Maksud
serta mengenai hal apa isi tulisan
- Kepada
siapa ditujukan dan apa yang ditetapka di dalamnya jelas bersifat
individual, konkret dan final
- Menimbulkan
suatu akibat hukum bagi seseorang atau suatu badan hukum perdata
[1] Muchsan, SH. Sistem Pengawasan
Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara Di
Indonesia. Yogyakarta : Liberty, hal 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar