BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH
Mahkamah
Agung merupakan lembaga yudikatif yang Ketua nya dipilih oleh Presiden dan DPR
namun ketika melakukan tugasnya, Presiden atau DPR tidak dapat melakukan
interpensi atau campur tangan. Adapun tugas dan wewenang Mahkamah Agung adalah
antara lain menjalankan sidang Kasasi dan melakukan pengujian terhadap
Peraturan di bawah Undang-Undang.
Dalam
hal melakukan pengujian terhadap Peraturan di bawah Undang-Undang, putusan
Mahkamah Agung merupakan putusan yang Final, artinya tidak ada lagi upaya hukum
setelah itu. Selain menghasilkan putusan yang final, putusan Mahkamah Agung
juga tidak memiliki kekuatan eksekutor.
Dalam
tulisan ini akan disampaikan dasar hukum Mahkamah Agung, mekanisme pengajuan
uji materiil di Mahkamah Agung serta kelemahan dari sistem peradilan dan
putusan Mahkamah Agung.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pengajuan
Hak Uji Materil di Mahkamah Agung
1.
Permohonan diajukan
secara tertulis
2.
Pemohon dan termohon
tidak dipertemukan selama proses persidangan
3.
Hanya ada alat bukti
tertulis dan hanya ditunjukan dalam sekali kesempatan
4.
Persidangan bersifat
terbuka namun secara semu.
Artinya hakim menyatakan sidang terbuka untuk umum
namun padakenyataannya sidang dilakukan secara tertutup.
5.
Putusan bersifat
pertama dan terakhir.
Akibatnya adalah tidak ada upaya hukum lagi setelah
itu.
B.
Proses Pengujian Peraturan Perundang
Undangan Di Mahkamah Agung
Setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,hal ini sesuai dengan TAP MPR III
tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan tata Urutan Peraturan Perundang-undangan,
dan kewenangan pengujian atas peraturan perundang- undangan yang lebih rendah
dari UU diberikan kepada Mahkamah Agung melalui TAP. MPR No. III tahun 2000, pelaksanaan kewenangan ini dirubah
dimana Mahkamah Agung dapat secara aktif melakukan pengujian atas peraturan
perundang-undangan tanpa harus ada suatu peradilan kasasi terlebih dahulu dan
keputusannya bersifat mengikat, hal ini berkembang dimana awalnya UU No. 14
tahun 1970 maupun UU No. 14 tahun 1985 menyatakan bahwa kewenangan pengujian
yang dimiliki oleh Mahkamah Agung hanya dapat dilakukan apabila berhubungan
dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi.
C.
Mekanisme Pengujian atas Peraturan
Perundang-undangan di bawah UU
Sebelum keluarnya TAP MPR No. III tahun
2000 Mahkamah Agung memang pernah mengeluarkan Perma meskipun hal tersebut
belum diperbaharui kembali seiring dengan adanya pengaturan dalam TAP MPR No.
III tahun 2000 yang menyatakan kewenangan Mahkamah Agung untuk dapat secara
aktif melakukan pengujian atas peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang tanpa perlu adanya proses kasasi terlebih dahulu.
Berdasarkan pasal 11 ayat 2 UU No. 14 Tahun 2004 dan
pasal 31 UU No.5 Tahun 2004 (perub. UU no.14 tahun 1985 tentang MA )
Pelaksanaan pengujian atas peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
Berdasarkan Perma No. 1 tahun 1999 tentang Hak Uji Materiil adalah sebagai
berikut:
1.
Pada
pasal 1 PERMA no 1 Tahun 2004 Pengujian peraturan perundang-undangan yang
berada di bawah undang-undang dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung dengan adanya
gugatan atau permohonan keberatan.
ü Gugatan atau permohonan keberatan hanya dapat diajukan ada satu peraturan
perundang-undangan, kecuali pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan
secara langsung.ketentuan tentang pemohon atau penggugat ada pada pasal 31
Mahkamah Agung.
2.
Pada
pasal 2 ayat 1 PERMA no 1 Tahun 2004 diatur tata cara melakukan Gugatan atau
permohonan keberatan diajukan kepada Mahkamah Agung dengan cara:
ü Langsung ke Mahkamah Agung;
ü Melalui Pengadilan Negeri di wilayah hukum tempat kedudukan tergugat.
3.
Pada
pasal 2 ayat 4 PERMA no 1 Tahun 2004 Gugatan atau permohonan keberatan diajukan
dalam tenggat waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak berlakunya peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan.
4.
Pada
pasal 3 PERMA no 1 Tahun 2004 Dalam hal gugatan atau permohonan keberatan
diajukan secara langsung kepada Mahkamah Agung maka Kepaniteraan Mahkamah Agung
akan memeriksa kelengkapan berkas dan apabila terdapat kekurangan dapat meminta
langsung kepada penggugat/pemohon keberatan atau kuasanya yang sah.
ü Setelah berkas gugatan/permohonan keberatan tersebut lengkap, maka Panitera
Mahkamah Agung menyampaikannya kepada Ketua Mahkamah Agung untuk ditetapkan dan
Majelis Hakim Agung yang akan menangani gugatan/permohonan keberatan tersebut.
·
Untuk pengujian peraturan
perundang-undangan yang didasarkan pada gugatan yang diajukan kepada Mahkamah
Agung, setelah berkas gugatan diterima, diperiksa dan dinyatakan lengkap oleh
Panitera Mahkamah Agung maka Panitera Mahkamah Agung juga wajib mengirimkan
salinan gugatan tersebut kepada pihak tergugat setelah lengkapnya berkas.
·
Tergugat wajib mengirimkan atau
menyerahkan jawabannya kepada Panitera Mahkamah Agung dalam waktu 14 hari sejak
diterimanya salinan gugatan tersebut.
5.
Pada pasal 4 PERMA no 1 Tahun 2004 Dalam
hal gugatan/permohonan keberatan diajukan melalui Pengadilan Negeri setempat
maka Panitera Pengadilan Negeri akan memeriksa kelengkapan gugatan/permohonan
keberatan yang telah didaftarkan dan apabila terdapat kekurangan dapat meminta
langsung kepada penggugat/pemohon keberatan atau kuasanya yang sah.
ü Untuk pengujian peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada gugatan
yang diajukan kepada Pengadilan Negeri, setelah berkas gugatan diterima,
diperiksa dan dinyatakan lengkap oleh Panitera Pengadilan Negeri maka Panitera
Pengadilan Negeri mengirimkan salinan gugatan tersebut kepada pihak tergugat
setelah terpenuhinya kelengkapan berkasnya.
ü Tergugat wajib mengirimkan atau menyerahkan jawabannya kepada Panitera
Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari sejak diterimanya salinan gugatan
tersebut.
ü Hari berikutnya setelah lewat waktu 14 hari di atas, Panitera
Pengadilan Negeri yang bersangkutan segera meneruskan meneruskan gugatan dan
jawaban penggugat kepada Mahkamah Agung untuk kemudian disampaikan Panitera
Mahkamah Agung kepada Ketua Mahkamah Agung agar dapat ditetapkan Majels Hakim
Agung yang akan menanganinya.
6.
Pada
pasal 5 ayat 2 PERMA no 1 Tahun 2004 Gugatan/permohonan keberatan diperiksa dan
diputus oleh Majelis Hakim Agung dengan menerapkan ketentuan yang berlaku bagi
perkara gugatan/permohonan keberatan dalam waktu sesingkat-singkatnya sesuai
dengan azas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
7.
Pada
pasal 6 PERMA no 1 Tahun 2004 Dalam hal gugatan/permohonan keberatan itu
beralasan karena peraturan perundang-undangan tersebut bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mahkamah
Agung akan mengabulkan gugatan tersebut. Mahkamah Agung akan menyatakan bahwa
peraturan perundang-undangan tersebut tidak sah dan tidak berlaku untuk umum
serta memerintahkan pencabutannya kepada instansi yang bersangkutan.
ü Dalam hal gugatan dinilai tidak beralasan maka Majelis Hakim yang menangani
perkara tersebut akan menolak gugatan/permohonan keberatan tersebut.
8.
Pada
pasal 7 PERMA no 1 Tahun 2004 pemberitahuan salinan putusan Mahkamah Agung
terhadap gugatan/permohonan keberatan disampaikan dengan surat tercatat kepada
para pihak dan dalam hal diajukan melalui Pengadilan Negeri setempat,
pemberitahuan salinannya disampaikan juga kepada Pengadilan Negeri tersebut.
9.
Pada
pasal 8 ayat 2 PERMA no 1 Tahun 2004 Dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari
setelah putusan Mahkamah Agung dikirim kepada tergugat (dalam hal pengujian
diajukan berdasarkan gugatan) / badan atau Penjabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan peraturan tersebut (dalam hal pengujian diajukan berdasarkan
permohona keberatan) tidak melaksanakan kewajiban untuk mencabut peraturan yang
bersangkutan maka demi hukum peraturan perundang-undangan tersebut tidak
mempunyai kekuatan hukum.
10. Pada pasal 9 PERMA no 1 Tahun 2004 Putusan Majelis Hakim Agung atas
gugatan/permohonan keberatan atas suatu peraturan perundangan-undangan tidak
dapat diajukan peninjauan kembali.
D.
Kelemahan
Dari Mahkamah Agung
1. Hanya
di atur oleh PERMA
2. Bertentangan
dengan proses acara peradilan ( sidang terbuka tapi secara semu, alat bukti
terbatas, dan para pihak tidak bertemu )
3. Tidak
ada upaya hukum terhadap putusan yang dikeluarkan
4. Tidak
ada paksaan eksekusi terhadap putusan yang telah dikeluarkan
BAB
III
KESIMPULAN
1. Mahkamah
Agung adalah lembaga peradilan yang berhak melakukan uji materil terhadap
peraturan dibawah undang-undang (PERMA NO.1 Tahun 1999).
2. Putusan
yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung mengenai pengajuan hak uji materil
merupakan Putusan yang final, yang artinya tidak ada upaya hukum lagi setelah
itu.
3. Putusan
Mahkamah Agung tidak memiliki daya paksa unuk dilaksanakan, melainkan hanya
kepada memberi masukan atau saran tentang peraturan yang harus digani.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
PERMA No. 1 Tahun 2004 Tentang Hak
Uji Materil
TAP MPR III tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan
Bahan Dari Internet :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar